JAKARTA – Sidang Paripurna ke-16 DPD RI, Kamis (14/08/2025), menjadi panggung Paul Finsen Mayor untuk menagih janji Mendagri, terkait sengketa tiga pulau milik masyarakat Raja Ampat yang dikuasai Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.
Sebab tujuh bulan yang lalu, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite I DPD RI dan Kemendagri, Mendagri menyatakan akan memfasilitasi pertemuan kedua Pemda. Namun hingga sekarang, Mendagri belum juga melakukannya.
Anggota DPD RI dapil Papua Barat Daya itu kembali menuntut Mendagri segera memfasilitasi pertemuan Pemda Maluku Utara dan Pemda Papua Barat Daya agar persoalan tersebut segera selesai.
“Tujuh bulan yang lalu, dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung Parlemen Jakarta, tepatnya Selasa (10/12/2024), antara Kemendagri dan Komite I dimana saya merupakan anggota Komite I juga, Mendagri berjanji akan segera menindaklanjuti dan mengirimkan tim untuk menyelesaikan persoalan kedua provinsi. Namun sampai sekarang belum juga dilaksanakan,” ujar Paul Finsen Mayor, dalam Sidang Paripurna.
“Untuk itu, di forum terhormat ini, atas nama Masyarakat Adat Papua di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya dan seluruh Tanah Papua, saya Senator Paul Finsen Mayor menagih janji Pak Mendagri. Kami mendesak agar segera memanggil dan memfasilitasi pertemuan antara Gubernur Maluku Utara, Gubernur Papua Barat Daya, Bupati Raja Ampat dan Bupati Halmahera Tengah untuk segera menyerahkan kembali pulau milik Orang Asli Papua di Kabupaten Raja Ampat yang telah diklaim oleh Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara,” tambah dia.
Senator PFM menegaskan bahwa tiga pulau, yakni Pulau Sain, Piyai dan Kiyas yang diklaim milik Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara secara administratif berada dalam gugusan kepulauan Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Faktanya bahwa kedudukan ketiga pulau berada di wilayah Waigeo sebelah barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
“Jadi klaim sepihak yang dilakukan oleh Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara jelas-jelas mengabaikan bukti otentik yang ada. Tindakan tersebut tidak sah bagi kami, masyarakat Raja Ampat, Papua Barat Daya,” tegas PFM.
Sebagai perwakilan daerah di pusat, PFM mengaku akan terus memperjuangkan ketiga pulau tersebut agar kembali ke Papua Barat Daya. Apalagi hal itu merupakan aspirasi masyarakat adat Raja Ampat dan Kabupaten Raja Ampat dalam komitmennya untuk menjaga dan melindungi hak ulayat masyarakat adat yang di dalamnya termasuk batas daerah sesuai amanat UU Otonomi Khusus bagi Papua.
Ada beberapa fakta yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja, lanjutnya. Fakta bahwa ada kerancuan batas wilayah Kabupaten Raja Ampat, fakta berdasarkan regulasi cakupan wilayah Raja Ampat, fakta adanya komitmen Pemkab Raja Ampat dalam pembangunan tiga pulau itu, lalu fakta dari tinjauan historis atau arsip pemerintahan, terakhir fakta tidak dilibatkannya Kabupaten Raja Ampat saat pembahasan batas wilayah dengan Kabupaten Halmahera Tengah.
“Kami secara tegas meminta pemerintah Provinsi Maluku Utara mengembalikan Pulau Sain, Piyai dan Kiyas ke Provinsi Papua Barat Daya,” tuturnya.