Friday, October 24, 2025

Geram atas Atas Aksi Pembakaran Mahkota Cenderawasih, Paul Finsen Mayor Desak Kepala BBKSDA Papua Segera Dicopot

SORONG – Di tanah yang kaya akan hutan dan kearifan, api kembali menyala. Namun kali ini bukan untuk upacara adat, melainkan untuk membakar harga diri. Aksi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua yang dipimpin oleh Joni Santoso Silaban membakar mahkota Cenderawasih simbol suci orang asli Papua telah memantik gelombang amarah yang meluas hingga ke pelosok Tanah Papua.

Bagi masyarakat adat, mahkota Cenderawasih bukan sekadar hiasan kepala. Ia adalah simbol kehormatan, kemakmuran, dan jati diri orang Papua. Dibakar di depan publik, direkam, dan diviralkan seolah hanya barang sitaan yang tak punya makna tindakan itu dianggap tak ubahnya menabur garam di luka masyarakat adat.
“Apa yang dilakukan Kepala Balai Besar itu saya kecam keras!” tegas Senator Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor (PFM), yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, Rabu (22/10/25).

“Mahkota Cenderawasih itu sakral. Itu simbol harga diri orang Papua. Dibakar berarti melecehkan adat, menghina jati diri, dan menodai martabat kami.” Dengar ini saya bicara, tegas PFM

PFM menilai, langkah BBKSDA dalam menertibkan kepemilikan atribut satwa dilindungi seharusnya dijalankan dengan pendekatan budaya dan edukasi, bukan dengan tindakan simbolik yang justru menyulut kemarahan publik.

“Mengapa harus dibakar? Apakah tidak ada cara lain yang lebih beradab?” ujar PFM dengan nada tajam.

“Mahkota itu seharusnya dimuseumkan sebagai warisan budaya, bukan dijadikan tontonan murahan lalu diunggah ke media sosial. Ini bukan tindakan penegakan hukum, tapi penghinaan terbuka terhadap adat Papua.” ucapnya

Tindakan pembakaran itu, yang disebut dilakukan atas nama penegakan aturan konservasi, justru memperlihatkan betapa lemahnya empati pejabat pusat terhadap nilai-nilai lokal. Dalam pandangan banyak tokoh adat, langkah ini adalah bentuk arogansi birokrasi yang buta budaya.

“Kalau datang ke Papua, pelajari dulu jati diri dan adat istiadat kami,” tegas PFM.

“Jangan bawa aturan tanpa hati nurani. Jangan bakar simbol suci kami, lalu bersembunyi di balik kata ‘penertiban’. Itu bukan penegakan hukum, itu penghinaan! saya kecewa dengan tindakan kepemimpinan Anda” Pungkasnya

PFM juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera mencopot Joni Santoso Silaban dari jabatannya sebagai Kepala BBKSDA Papua.

“Saya minta beliau diberhentikan dengan tidak hormat. Tindakannya telah menyinggung martabat satu bangsa, satu suku, satu tanah. Ini soal kehormatan, bukan hanya soal satwa.”ucap PFM dengan serius dihadapan awak media.

Kemarahan publik tak berhenti di situ.Gelombang protes mulai muncul di berbagai wilayah, termasuk di Papua Selatan. Beberapa aksi bahkan berujung bentrok dengan aparat. “Itu semua dampak dari satu tindakan bodoh yang tak paham kultur,” kata PFM.

Kini, api yang membakar mahkota Cenderawasih telah menjalar menjadi api kemarahan. Di mata masyarakat adat, bukan hanya bulu Cenderawasih yang hangus tapi juga rasa hormat terhadap institusi yang seharusnya menjaga, bukan menghancurkan simbol kehidupan di tanah Papua.

“Bagi kami, mahkota Cenderawasih bukan barang sitaan. Itu roh kami, kebanggaan kami. Dan siapa pun yang membakarnya, sama saja membakar hati orang Papua,” tutup PFM tegas.

Berita Terkait