RAJA AMPAT – Anggota DPD RI Dapil Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor (PFM) yang sedang melakukan kunjungan kerja ke Pulau Kawei, Kampung Selpele, Distrik Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat menerima aspirasi penting dari Masyarakat Adat Suku Kawei.
Sebagai masyarakat yang mendiami Pulau Kawei, Masyarakat Adat Suku Kawei meminta Presiden Prabowo melalui Kementerian ESDM mengembalikan izin usaha pertambangan PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang beberapa bulan ini dicabut pasca isu kerusakan lingkungan yang viral di medsos dengan tagar #saverajaampat.
Desakan Masyarakat Adat Suku Kawei dituangkan dalam pernyataan sikap dan kemudian diserahkan kepada Senator PFM untuk diperjuangkan hingga ke tingkat pusat.
“Kami Masyarakat Adat Suku Kawei sedih dan kecewa dengan dicabutnya IUP PT KSM hanya karena laporan Greenpeace yang tidak bertanggungjawab dan tidak menghormati kami selaku masyarakat adat pemegang hak ulayat,” kata Luther Ayello, perwakilan Masyarakat Adat Suku Kawei saat membacakan pernyataan sikap, Jumat (21/11/2025).
Disampaikan oleh Luther, sejauh ini PT KSM telah banyak memberikan manfaat untuk masyarakat adat. Antara lain, kompensasi bagi hasil dalam bentuk tunai yang disalurkan setiap bulan dan beasiswa pendidikan hingga perguruan tinggi kepada anak-anak Suku Kawei.
“Terpenting lagi, PT KSM membuka akses lapangan kerja bagi Masyarakat Adat Suku Kawei dan warga sekitar,” tegas dia.
Tidak hanya itu, perhatian PT KSM kepada masyarakat juga dituangkan dalam bentuk perbaikan infrastruktur di Kampung Selpele, mulai dari renovasi bangunan sekolah, Puskesmas Pembantu hingga tempat ibadah.
“Kami juga diberi bantuan pengobatan, persalinan dan duka cita. Kami dilatih untuk budidaya sayuran dan perikanan,” paparnya.
“Kami atas nama Masyarakat Adat Suku Kawei memohon kepada Presiden Prabowo Subianto, Bapak/Ibu Menteri, Bapak/Ibu Anggota DPR dan DPD RI, Bapak Gubernur Papua Barat Daya dan Bapak Bupati Raja Ampat untuk segera memulihkan kembali izin usaha milik PT Kawei Sejahtera Mining supaya dapat beroperasi seperti semula,” ucap Luther.
Sementara itu Fandi Wakid selaku Spv Mineplan Engineer, Departemen Mine Operation PT KSM menjelaskan kehadiran PT KSM yang berdiri sejak tahun 2004 sudah mendapat persetujuan dari masyarakat adat. PT KSM pun telah memiliki izin lengkap dari pemerintah daerah hingga pusat dan tentunya berkontribusi kepada negara melalui pajak.

“Perlu kami sampaikan juga bahwa PT KSM berusaha selalu menjaga lingkungan dengan baik,” kata Fandi.
Setelah IUP-nya dicabut, PT KSM diperintahkan untuk melakukan reklamasi pada lokasi yang sudah diambil material nikelnya. Hal ini pun, menurut Fandi, sudah dilaksanakan dengan baik.
“Pemerintah perintahkan untuk reboisasi atau reklamasi. Ada kurang lebih 15 hektar dan sudah ada yang direboisasi kurang lebih 5 hektar sesuai perintah pemerintah pusat,” ujar Fandi.
Tentang air limbah tambang yang sebelumnya sempat diduga mengotori lautan, PT KSM telah membangun kolam-kolam khusus yang dibuat untuk menampung air limbah. Di kolam-kolam itu air akan mengendap sehingga air yang turun ke laut sudah air bersih sehingga tidak ada dampak yang signifikan terkait limbah dan juga air di pesisir tidak kotor seperti yang diberitakan media selama ini.
Menanggapi aspirasi Masyarakat Adat Suku Kawei, Paul Finsen Mayor akan memperjuangkannya di tingkat pusat dengan berkoordinasi kepada Bupati, Gubernur, Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Kehutanan dan juga Presiden.
“Saya akan sampaikan aspirasi ini semata-mata demi kepentingan masyarakat. Dari kunjungan kerja kali ini, saya mendengar dan melihat langsung dari masyarakat bahwa keberadaan perusahaan tambang seperti PT KSM memberikan penghidupan dan manfaatnya sangat dirasakan bagi mereka.
“Setelah ditutup operasionalnya, banyak warga masyarakat yang kehilangan pekerjaan. Kegiatan ekonomi dari para Mama-mama Papua juga semakin sepi. Sementara lapangan kerja di sini sangat sempit. Semoga fakta-fakta ini menjadi pertimbangan kuat bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan selanjutnya,” tutur PFM.







